Senin, 24 Januari 2011

Janji Mahasiswa Universitas Airlangga dan Hymne Airlangga ... :))

*hehehehe, tak sengaja menemukan arsip-arsip yang memang sengaja ku simpan , dan kali ini nemuin berkas-berkas waktu mau daftar ulang 2 tahun lalu :)) bahkan ada nomer ujiannya : 10812581 , angka yang mengantarkanku sekarang berada di universitas airlangga :D ... angka yang menyimpan sejuta misteri karena entah kenapa waktu aku tau nomer ujianku itu aku yakin 100% bakal masuk unair *PeDe Poool :D* kali ini yang sedang ku baca adalah berkas pengumuman untuk mahasiswa baru universitas Airlangga tahun akademik 2008/2009 , kutipannya seperti berikut ini :

Bagi mahasiswa baru universitas Airlangga melalui seleksi PMDK Jalur Prestasi dan Jalur Umum Gelombang I tahun akademik 2008/2009 , dimohon hadir pada :
Hari/Tanggal : Kamis - s.d - jumat, 7 - s.d - 8 Agustus 2008
Pukul : 14.00 - 16.00 WIB
Tempat : Auditorium Unair Kampus C - Mulyorejo Surabaya Loket - F

Untuk Mengambil :
1. buku informasi mahasiswa dan buku pedoman pendidikan universitas airlangga tahun 2008
2. mengambil jaket, muts, dan topi mahasiswa baru pmdk jalur prestasi dan pmdk jalur umum gelombang I tahun 2008
3. mengambil pengumuman rektor universitas airlangga , tentang :
a. jadwal pengukuhan penerimaan mahasiswa baru unair tahun akademik 2008/2009 oleh rektor
b. jadwal masuk di fakultas masing-masing
c. jadwal program pembinaan kebersamaan mahasiswa baru (PPKMB) tahun 2008

untuk pengambilan buku informasi, jaket, dll , dan pengumuman rektor harap membawa KTM asli.

demikian untuk diketahui dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 13 Juni 2008
Direktur Pendidikan,
Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Dra.,M.Si
NIP. 121653446

dari pengumuman itu ada lampiran lagi yang berisi janji mahasiswa Universitas Airlangga dan Hymne Airlangga

JANJI MAHASISWA UNIVERSITAS AIRLANGGA

kami, mahasiswa Universitas Airlangga:
1. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. adalah unsur sivitas akademika yang senantiasa setia, taat, dan menjunjung tinggi martabat almamater
3. selalu menghormati guru sebagai pembimbing dalam menuntut ilmu
4. senantiasa memupuk persatuan, kesatuan, dan kesetiakawanan sesama warga kampus yang berdasarkan atas asas kekeluargaan
5. dalam melaksanakan tugas belajar selalu bekerja rajin, jujur, berdisiplin dan bertanggung jawab.

dikutip dari SK Rektor Universitas Airlangga 
Tanggal 7 Agustus 2000 No. 6815/J03/KM/2000

HYMNE AIRLANGGA


PENGANTAR :
Ditimur Jawa Dwipa
Megah engkau bertakhta
Satria Airlangga
Kusuma Negara
Dari engkau kudapat
Budaya Pusaka
Airlangga dikau Permata
Indonesia Raya

PUJAAN :
Bagimu Almamater
Kuberjanji Setia
Berdharma bakti suci
Berjasa mulia
Belajar untuk nusa
Indonesia yang kucinta
Airlangga engkau hiduplah
Airlangga tetap kau jaya

Lagu : Abdoes Saleh
Syair Pengantar : Bachrawi Wongsokusumo
Syair Pujaan : Abdoes Saleh




Minggu, 23 Januari 2011

Manusia-Manusia Pengubah Dunia :))

Hakekat manusia adalah berfikir, karena berfikir itulah dia jadi manusia.

Manusia-manusia pengubah dunia :
1. Thomas Alfa Edison




Sewaktu anak-anak , beliau pernah :
- dikeluarkan oleh sekolah karena dianggap bodoh oleh gurunya.
- diajari sendiri oleh ibunya ---> BELAJAR CERDAS

Kenyataannya:
- Menjadi penemu besar.
- Pemegang hak paten terbanyak

BOLA LAMPU LISTRIK adalah salah satu temuan terbesarnya bagi manusia.
 --> kita pasti bisa membuat diri kita belajar dengan cerdas, kita bisa sehebat edison !!! ^^


2. Albert Einstein

Sewaktu anak-anak beliau pernah:
- Merasa guru SD-nya = KOMANDAN dan guru SMP-nya = KAPTEN
- Pernah beralasan cuti sakit karena tak tahan
- Tahun 1895 tidak lulus tes politeknik ZURICH, SWISS
- Mengulang 1 tahun di SMA
- Tidak suka bahasa
- Berkembang hebat setelah belajar secara FUN

--> Kalau einstein , dengan karakter belajarnya yang acak abstrak bisa sehebat itu, kita juga pasti bisa !! ^^

3. Sir Isaac Newton

Sewaktu anak-anak, beliau merupakan :
- Anak yang tertutup, pemalu, murung, suka menyendiri, dan melamun.
- Anak yang diolok-olok sebagai si Bodoh
- Menemukan keasyikan belajar dengan mempraktekkannya (kinestetik)


Jadi dari ketiganya bisa kita ambil intinya yaitu untuk berhasil perlu :
- BELAJAR DENGAN CERDAS
- BELAJAR ADALAH KESENANGAN
- BELAJAR DENGAN MEMPRAKTEKKAN

Semoga bermanfaat :))

*bagi-bagi ilmu , ini materi yang disampaikan bapak Eko Supeno ketika mengisi acara Pelatihan Jedah Semester 2011 di Ruang kahuripan , Perpus kampus C, Universitas Airlangga*

Reflection :))

Bill Gates :
Jika anda terlahir dalam kemiskinan, itu bukanlah kesalahan anda, tapi jika anda mati dalam kemiskinan itu adalah kesalahan anda.

Einstein:
jika seseorang merasa bahwa mereka tidak pernah melakukan kesalahan selama hidupnya , maka sebenarnya mereka tidak pernah mencoba hal-hal baru dalam hidupnya .

Meng-tzu:
A great man is he who has not lost the heart of a child

Creativity is a gift. We all receive it at birth , but we must practice it in order to keep it.

Jatidiri Universitas Airlangga (UA)

Jatidiri universitas airlangga merupakan pemaknaan lebih lanjut dari Simbol Philantropi Patung Prabu Airlangga. Simbol patung prabu airlangga memiliki makna tentang penguasaan air amerta (air kehidupan) yang akan menyelamatkan dunia dari sifat angkara murka. air amerta itu identik dengan penguasaan ipteks sebagai faktor utama pembentuk peradapan kebangsaan yang berdasarkan pada moralitas. itulah sebabnya, tanggungjawab moral universitas airlangga adalah menciptakan luaran pendidikan yang integrated (cerdas dan bermoral).
ada 4 bagian patung Universitas airlangga yang pasti ada di tiap kampus (kampus A, kampus B, kampus C) , sudahkan kamu-kamu mahasiswa unair memperhatikannya ?? 4 bagian itu antara lain : Patung prabu airlangga, ular, burung garuda, dan air amerta.




Keterangan gambar : gambar prabu airlangga 'nginjek' simbol ular artinya bersikap tidak arogan dalam bidang iptek dan mampu mengendalikan nafsu liar. untuk gambar air amerta dan burung garudanya ... hahahaha , saia belum menemukan yang sebelah mana >,< , saya tanya dulu ke pak rektor yaaa *digampar* :D

sekian dulu investigasinya , sekarang saya tunjukin logonya unair :



keterangan gambar : Versi logo unair yang gambar prabu airlangga ada 'udel-nya' ... hahahaha , jadi inget kata-kata bu nyoman waktu pelatihan jedah semester katanya gini "ada mahasiswa yang cerita sama saya , katanya sekarang udel-nya prabu airlangga uda di ilangin sama mas percetakan waktu bikin cover skripsi, ada-ada saja" :D

Jumat, 21 Januari 2011

Laporan Praktikum Biomekanika :D

LAPORAN PERCOBAAN 8

BIOMEKANIKA GERAK TUBUH MANUSIA TERHADAP TULANG BELAKANG

Arindha Reni Pramesti (080810115)

Teknobiomedik Airlangga University

2010


 

  1. PENDAHULUAN

    Punggung manusia merupakan aspek tubuh bagian belakang mulai dari bawah leher sampai diatas pinggul. Tulang belakang kita terdiri dari 33 ruas (7 tulang leher, 12 punggung, 5 pinggang, 5 tulang pinggul, 4 tulang duduk) yang mana berfungsi sebagai pelindung bagi jaringan dan syaraf tulang belakang, penyangga berat badan, poros dan sumbu yang kuat dan lentur untuk kepala, dan sebagai postur dan penggerak

    Menurut anatomi tubuh, tulang belakang manusia terdiri dari ruas-ruas yang diantara ruas-ruas tersebut terdapat bantalan tulang belakang yang disebut discus intervertebralis . Fungsi tulang belakang menjadi sangat penting dalam menopang berat badan manusia sehingga manusia sebagai mahluk yang ditakdirkan berkaki dua dapat berdiri dengan tegak dan berjalan stabil.


    Anatomi Tulang Belakang Manusia


     

    Manual handling adalah suatu kegiatan yang menggunakan kekuatan badan sebagai tumpuan, termasuk didalamnya kegiatan angkat-mengangkat, membawa, mendorong, menarik, memindahkan sesuatu yang menggunakan tenaga seorang diri tanpa alat bantu.

    Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung, dan sebagainya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang salah.

    Pada kenyataannya manual handling sering kali tidak dapat dihindari dalam sebuah pekerjaan. Ada kalanya seseorang menganggap remeh pekerjaan yang memakai metode manual handling. Padahal jika direnungkan bahaya / resiko jangka panjangnya adalah sangat fatal.

    Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan akibat dari kesalahan dalam bekerja tanpa alat bantu seperti, cedera tangan dan kaki, otot terkilir atau keseleo. Selain itu penyakit yang dapat ditimbulkan dari kegiatan manual handling dalam hal angkat-mengangkat secara manual dengan frekuensi yang tinggi (berulang-ulang) adalah cedera tulang belakang seperti back pain (nyeri pinggang), atau lebih parah lagi bisa terkena low back pain (nyeri pinggang bawah). Penyakit ini bisa dikategorikan sebagai cedera tulang belakang kronis yang diakibatkan karena teknik mengangkat yang tidak tepat, terlalu sering membungkuk, mengangkat yang berulang-ulang tanpa memikirkan tehnik yang lebih baik apabila pekerjaan itu sering dilakukan. Ada pula penyakit yang dapat ditimbulkan adalah saraf terjepit. Ini terjadi akibat dari isi discus yang ada didalam tulang belakang keluar dan menekan saraf yang ada dibelakangnya.

    Menurut statistic sekitar 80% penduduk dunia merasakan nyeri di bagian belakang tubuhnya. Dari jumlah itu, sekitar 20% berhubungan dengan tulang belakang.
    Tidak sedikit penderita menahun mengidap rasa sakit pada tulang belakang. Penderita seperti ini, menggerakkan tubuh saja tidak bisa dan kesakitan jika tidur miring. Kesakitan ini bisa menjalar ke kaki yang bisa menimbulkan kelumpuhan.


 

  1. PEMBAHASAN


     

    Pengertian Nyeri Pinggang/Punggung

    Dalam bahasa kedokteran Inggris, pinggang dikenal sebagai "low back". Secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L-1 sampai seluruh tulang sakrum dan otot-otot sekitarnya. Nyeri punggung bawah menjadi masalah kesehatan di hampir semua negara. Hampir bisa dipastikan, 50- 80% orang berusia 20 tahun ke atas pernah mengalami nyeri pinggang atau disebut nyeri pinggang bawah (low back pain). Bahkan umumnya, perempuan usia 60 tahun ke atas lebih sering merasakan sakit pinggang.

    Gejala dan tanda klinis nyeri punggungantaralain kesemutan pada anggota gerak; kelemahan bahkan kelumpuhan anggota gerak; kelainan bentuk tubuh; ataupun gejala lainnya seperti vertigo, gangguan pernafasan, gangguan berkemih dan lain-lain.

    Deteksi dini gangguan kesehatan tulang belakang sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan tulang belakang. Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat gangguan tulang belakang pada keluarga, melakukan pemeriksaan fisik yang baik dan benar secara rutin, melakukan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan pemeriksaan kepadatan massa tulang (Bone Densitometri) sesuai indikasi.

    Punggung sangat sensitive terhadap ketegangan otot akibat stress sehari- hari. Dalam keadaan lemah dan kaku saat aktivitas yang monoton, otot punggung mengalami kejang, sehingga menyebabkan aliran darah yang mengangkut oksigen menjadi terhambat dan otot kekurangan oksigen. Akibatnya penderita mengalami nyeri yang semakin menyakitkan apabila tidak segera mendapatkan penanganan.

    Tulang belakang lumbal sebagai unit struktural dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan dapat ditinjau dari sudut mekanika. Beban yang ditanggung oleh tulang belakang lumbal dapat dipelajari dengan diskus intervertebralis antara L-5 sampai S-1 atau L-4 dan L-5 sebagai titik tumpuan. Bila mengangkat benda berat, tangan, lengan dan badan dapat dianggap sebagai lengan beban posterior pendek, yang berjarak dari pusat diskus intervertebralis sampai prosessus spinosus belakang.

    Penyelidikan itu menghasilkan perbandingan antara lengan beban anterior dan posterior, yakni 15 lawan 1. Ini berarti bahwa untuk dapat mengangkat benda seberat 50 kg lengan beban posterior itu harus diimbangi dengan bobot sebesar 750 kg. Tenaga yang mengimbangi lengan beban posterior itu adalah tenaga yang dihasilkan oleh kontraksi otot-otot.

    Berdasarkan azas mekanika itu, perhitungan-perhitungan yang lebih kompleks telah dilakukan. Seseorang yang berat badannya 75 kg mengangkat benda seberat 90 kg. Benda itu berada 35 cm dari diskus intervertebralis antara L-5 dan S-1. Sedangkan fleksi tulang belakang pada pelvis adalah sebesar 40º. Dengan perhitungan bahwa bobot total dari kepala, leher, dan kedua lengan seberat 13 ½ kg dan bobot badan di atas L-1 sampai S-1 sepanjang 45 cm dan jarak antara toraks ke L-5 hingga S-1 sepanjang 15 cm, maka tenaga yang mengimbangi beban keseluruhan itu pada diskus intervertebralis L-5 sampai S-1 adalah 9391,9 kg.

    Kontraksi otot-otot torakal dan abdominal yang sesuai dan tepat dapat meringankan beban tulang belakang sehingga tenaga otot yang relevan merupakan mekanisme yang melindungi tulang belakang.

    Aktivitas kita sehari-hari dapat menyebabkan terjadinya nyeri punggung seperti melakukan pekerjaan tanpa alat bantu (Manual handling) atau melakukan pekerjaan yang monoton secara terus menerus dan berulang-ulang.

    Beberapa cara atau trik yang dapat dipergunakan untuk menghindari cedera akibat bekerja tanpa alat bantu:

    1. Sebisa mungkin pergunakan alat bantu angkat yang sesuai untuk mengangkat atau memindahkan sesuatu seperti Hand pallet truck, forklift, dll.


    2. Kalaupun tidak ada alat bantu yang bisa dipergunakan mintalah bantuan orang sekitar untuk mengangkat sesuatu yang tidak mungkin diangkat sendiri.


    3. Gunakan otot paha dan kaki sebagai tumpuan saat pertama kali mengangkat jangan pergunakan otot pinggang. Jangan membungkuk untuk mengangkat sesuatu meskipun barang yang diangkat sangat ringan.


    4. Sebisa mungkin alat yang diangkat rapat dengan dada agar beban yang diangkat bertumpu pada tubuh, jangan melakukan gerakan memutar pinggang saat membawa barang, karena ini berpotensi besar mencederai tulang belakang.


    5. Contoh-contoh lain dalam teknik pengangkatan :



       

    Berikut beberapa hal pola hidup sehat yang dapat diperhatikan untuk menjaga kesehatan tulang belakang yaitu

    1. sejak awal koreksilah faktor biomekanika tubuh yang salah.
    2. Lakukanlah aktifitas sehari-hari dengan cara yang baik dan benar dengan memperhatikan biomekanika tubuh baik saat posisi statis dan dinamis seperti saat berbaring, duduk, berdiri, berjalan, mengangkat beban atau melakukan aktifitas fisik lainnya.
    3. Hindarilah posisi statik dalam waktu lama.
    4. Saat melakukan aktifitas hindarilah penggunaan tenaga yang berlebihan atau tidak terkontrol.
    5. Maksimalkanlah puncak kepadatan massa tulang selama massa pertumbuhan.
    6. Jagalah kepadatan massa tulang, kekuatan dan kelenturan baik otot; jaringan pengikat (ligamen) dan bantalan sendi tulang belakang dengan melakukan latihan fisik / olahraga secara benar dan teratur.
    7. Jangan menggunakan sepatu dengan hak tinggi.
    8. Pakailah sepatu beralas karet.
    9. Hindarilah penggunaan obat dengan efek mengantuk atau mengganggu keseimbangan.


 


 

  1. KESIMPULAN
    1. Manual handling adalah suatu kegiatan yang menggunakan kekuatan badan sebagai tumpuan, termasuk didalamnya kegiatan angkat-mengangkat, membawa, mendorong, menarik, memindahkan sesuatu yang menggunakan tenaga seorang diri tanpa alat bantu.
    2. Manual handling dapat menyebabkan cedera tulang belakang misalnya menyebabkan terjadinya nyeri punggung (back pain).
    3. Beberapa cara atau trik yang dapat dipergunakan untuk menghindari cedera akibat bekerja tanpa alat bantu:
      1. Sebisa mungkin pergunakan alat bantu angkat yang sesuai untuk mengangkat atau memindahkan sesuatu seperti Hand pallet truck, forklift, dll.
      2. Kalaupun tidak ada alat bantu yang bisa dipergunakan mintalah bantuan orang sekitar untuk mengangkat sesuatu yang tidak mungkin diangkat sendiri.
      3. Gunakan otot paha dan kaki sebagai tumpuan saat pertama kali mengangkat jangan pergunakan otot pinggang. Jangan membungkuk untuk mengangkat sesuatu meskipun barang yang diangkat sangat ringan.
      4. Sebisa mungkin alat yang diangkat rapat dengan dada agar beban yang diangkat bertumpu pada tubuh, jangan melakukan gerakan memutar pinggang saat membawa barang, karena ini berpotensi besar mencederai tulang belakang.


 

  1. DAFTAR PUSTAKA

    Leuwinanggung. 2010. Cara-Cara Angkat Barang Yang Benar. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4813026 diakses tanggal 29 Desember 2010

    Dr. Lutfi Gatham Sp OT K(Spine). Teknologi Terbaru Atasi Tulang Belakang. http://www.persi.or.id/banten/data/tulang_belakang.pdf diakses tanggal 29 Desember 2010

    Dr. Satrio Tjondro, SpKFR. Penyakit&Kelainan Tulang Belakang – Bagaimana Mengatasinya? . http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/kesehatan-tulang-belakang/ diakses tanggal 29 Desember 2010

    FKUnsri. 2007. Nyeri Pinggang / Low Back Pain. http://fkunsri.wordpress.com/2007/09/01/nyeri-pinggang-low-back-pain/ diakses tanggal 29 Desember 2010

Tugasku Biokompatibilitas :D


 


 


 


 


 


 

Problem :

Dua buah logam A dan B (jenis logam sama) dimasukkan dalam cairan elektrolit yg beda. Logam A dimasukan dalam cairan yg lebih elektrolit daripada logam B. Mana yg akan mengalami korosi lebih dulu/lebih cepat ?


 

Penyelesaian :

Peristiwa korosi adalah proses elektro kimia dan menyebabkan logam-logam teroksidasi membentuk senyawa, atau dapat dikatakan menurunnya kualitas dari logam tersebut. Suatu logam akan mengalami korosi apabila pada permukaan logam terdapat bagian yang bertindak sebagai anoda dan bagian yang bertindak sebagai katoda. Di anoda terjadi oksidasi atau pelepasan elektron dan dikatoda terjadi reduksi atau pengikatan elektron . Proses korosi ini hanya berlangsung jika proses pelepasan dan pengikatan elektron berjalan secara simultan, jadi pada setiap proses korosi terjadi reaksi oksidasi atau pelepasan elektron oleh logam. Proses pelepasan elektron akan makin cepat atau korosi akan makin cepat jika permukaan logam ada kontak dengan zat-zat yang mudah tereduksi atau mudah menangkap elektron dari logam tersebut. Korosi selalu terjadi di bagian anoda dan bukan di katoda.


 

Elektrolit : adalah liquid, atau medium yang menghantarkan listrik (mengandung ions). Korosi dengan mudah terjadi dilingkungan yang lembab atau mengandung banyak air. Air yang mengandung ions dan menghantarkan listrik. Semakin besar kandungan ion di dalam suatu elektrolit, akan semakin baik daya hantar listriknya, maka akan semakin cepat pula rate korosi yang akan dihasilkan. Hanya sedikit kasus korosi yang terjadi di kondisi special yang kering seperti di permesinan atau system gas buang (exhaust system). Bila suatu logam besi dicelupkan kedalam air laut, maka air laut itu sendiri merupakan elektolit dan air laut merupakan elektrolit yang sangat baik. Selain air laut, embun atau air yang mudah menyerap partikel-partikel ions atau garam dari permukaan logam atau atmosfer sekitar juga akan membentuk elektrolit yang efektif.


 


Penjelasan proses elektro kimia dari korosi (disatu logam sejenis) adalah sebagai berikut:

  1. Secara alamiah sifat besi menghantarkan arus listrik, menyediakan metallic pathway, dan menghasilkan area-area yang anodic (anoda) dan kathodic (katoda), karena adanya perbedaan potensial listrik yang tidak uniform di besi tersebut.
  2. Ketika besi terendam atau bersentuhan dengan elektrolit seperti air laut atau embun, di area anode, Molekul Besi (Fe) akan mulai bereaksi dengan melepaskan elektronnya sehingga terbentuk ion Fe++.
  3. Di katoda,  saat elektron lepas didalam elektrolit, kemudian terurai menjadi ion positif dan negatif, membentuk 2H2O —> 2H+ + 2O.
  4. Secara simultan elektron bereaksi dengan hidrogen ion untuk membentuk atom-atom hidrogen, kemudian secara diatomik membentuk gas hidrogen OH-.
  5. Karena sebuah siklus maka ion Hydroxyl OH- kembali ke anode melalui elektrolit membawa elektron-elektron.
  6. Ion besi bermuatan postif Fe++ kemudian kembalinya ion hydroxyl ini untuk bergabung bersama membentuk oxide besi (iron hydroxide – Hydrous iron oxide) yang secara umum disebut juga rust atau karat. Formula sederhananya adalah Fe++ + 2OH- —> Fe(OH)2. Sehingga dengan ini cukup jelas bahwa korosi selalu terjadi di bagian anoda dan bukan di katoda.


     

Kesimpulan :

Korosi akan lebih cepat pada larutan elektrolit kuat karena semakin besar kandungan ion di dalam suatu elektrolit,akan semakin baik daya hantar listriknya, maka akan semakin cepat pula rate korosi yang akan dihasilkan


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Laporan Praktikum Biomaterial :))

EKSTRAKSI BIOMATERIAL KITIN DARI CANGKANG KEPITING

Fatimatul Karimah; Arindha Reni Pramesti; Miranda Zawazi Ichsan; Nurul Istiqomah; Windi Aprilyanti Putri


 

  1. Tinjauan Pustaka

    Biomaterial adalah segala macam bahan atau material yang berasal dari makhluk hidup atau dibuat dari bahan yang berasal dari makhluk hidup. Istilah biomaterial juga digunakan untuk menyebut semua bahan yang dapat digunakan pada makhluk hidup, terutama manusia. Pengertian "dapat digunakan" disini maksudnya bukan dapat dimakan atau dicerna melainkan dapat digunakan dalam proses fisiologi atau sebagai struktur pengganti dalam system tubuh. Berdasar pengertian ini berarti biomaterial dapat berupa bahan organik, anorganik, bahan alam atau bahan sintetis. Akan tetapi bahan yang diekstrak dari makhluk hidup sering kali tidak dapat langsung digunakan, supaya dapat digunakan harus diolah atau diberi perlakuan tertentu lebih dahulu. Dengan demikian ada bahan dasar hasil ekstraksi ada bahan hasil perlakuan. Sumber atau asal biomaterial disebut biosource, sedang bahan yang diekstrak dari biosource disebut biosample.

Dalam praktikum ini yang dimaksud dengan biomaterial adalah bahan organik berupa kitin dan berasal dari cangkang kepiting atau udang, kedua jenis hewan ini dari Filum Crustacea. Tetapi supaya kitin ini dapat digunakan dalam tubuh harus diubah dulu menjadi kitosan. Dengan demikian dalam acara ini yang disebut biomaterial adalah kitosan, biosample adalah kitin, dan biosaurce adalah kepiting dan udang.

Untuk mencapai kompetensi yang dikehendaki dalam elatihan ini ada beberapa hal yang harus diketahui yaitu struktur dan komposisi bahan penyusun cangkang Crustacea, kimia kitin dan kitosan, cara ekstrasi kitin, pengubahan kitin menjadi kitosan, pengujian spesifikasi kitosan, sumber kitin lainnya. Mari kita mulai dari yang pertama, tentang cangkang Crustacea.


 


 

¨ Struktur Dan Komposisi Cangkang Crustacea

    Secara umum integument Crustacea tersusun dari lima lapisan, mulai dari lapisan terluar kemudian ke dalam adalah sebagai berikut : epikutikula, eksokutikula, endokutikula, epidermis, dan ajringan ikat (gambar). Boleh jadi epidermis dan jaringan ikat di bawahnya dianggap sebagai satu system lapisan, bila kita beranggapan demikian maka jumlah lapisannya adalah empat. Epikutikula biasanya sangat tipis, Foster dan Howse mengatakan bahwa epikutikula tersusun dari setidaknya lima lapisan yang berbeda. Eksokutikula dan endokutikula tersusun dari kompleks kitin dan protein yang tersusun berlapis-lapis sehingga pori yang berjalan mulai dari lapisan bawah epikutikula sampai lapisan epidermis. Matrik kitin-protein ini fungsinya analog dengan kolagen pada vertebrata, dan sebagaimana kolagen matrik kitin-protein ini juga merupakan tempat penimbunan garam kalsium yang kebanyakan berupa kalsium karbonat. Klasifikasi membuat lapisan kutikula menjadi kuat, dan secara fungsional lebih ekonomis dari pada matriks organik pada Arthropoda lain seperti misalnya pada Insecta (Dall, dkk., 1980). Kandungan dan distribusi garam kalsium di kutikula sangat bergantung pada banyak factor termasuk diantaranya adalah stress (Dall, dkk., 1980).


 


 


 

    


 


 

Gambar 1. Gambaran skematis struktur integument Crustacea, Epk: epikutikula, Esk: ekdokutikula, Enk: andokutikula, Epd: epidermis, Epi: lapisan epithelium, Pen: jaringan ikat, PEE: lapisan pertemuan antara eksokutikula dan endokutikula, Lam: lamina, Sap: salura pori. (digambar ulang dengan penyederhanaan tanpa skala berdasar Dall, dkk.,1990)

Pada jaringan pengikat di bawah epidermis, yaitu suatu lapisan transparan terdapat kromatofor, yaitu sel-sel yang mengandung pigmen didalamnya. Lapisan inilah yang menentukan warna Crustacea. Fungsi warna bermacam-macam tetapi baisanya berhubungan dengan termoregulasi dan penyamaeran. Warna dapat berubah dari gelap atau nyata ke terang atau pucat, perubahan ini terjadi dengan berbagai cara yaitu berubahnya jumlah kromotopor atau jumlah pigmen per sel, juga dapat tanpa mengubah jumlah keduanya yaitu dengan mengatur penyebarannya.

Kita tidak akan membicarakan lebih rinci struktur komposisi cangkang Crustacea ini, dalam hubungannya dengan pelatihan ini dapat diringkas bahwa cangkang Crustacea mengandung :

  1. Protein
  2. Garam kalsium
  3. Kitin
  4. Zat warna astaxantin

Dari keempat bahan diatas semuanya dapat dan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri, tetapi di sini yang ingin kita cari adalah kitin. Jadi kita harus memisahkan bahan kimia lainnya. Protein dapat dirusak dengan NaOH 5 %, garam kalsium dapat dilarutkan dengan HCl 3 % - 5 %, astaxantin dapat dilarutkan dengan aseton. Astaxantin sebetulnya merupakan zat warna alami yang mahal, tetapi kali ini bukan tujuan kita untuk mengekstarknya. Sekarang kita akan membahas karakter kimia dari kitin dan kitosan.

¨ Kimia Kitin Dan Kitosan

Kitin merupakan mukopolisakarida yang sangat melimpah jumlahnya di alam. Tersusun dari 2-1cetamido-2-deoxy-b-a-glukosa, denga ikatan a-b (1-4). Struktur kimia kitin sangat mirip dengan selulosa (gambar 2)


Perhatikan bahwa struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan sangat mirip, ketiganya berbeda pada posisi atom C2'. Pada selulosa posisi ini diduduki oleh guugs OH, pada kitin oleh gugus NHCOCH3, sedang pada kitosan oleh NH3. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam seperti selulosa, dekstran, pectin, asam alginate, agar, agarosa, dan karagenan, semuanya bersifat netral atau asam. Tetapi kitin dan kitosan berbeda, polisakarida basa. Selain itu juga memiliki keunikan lain.

Kitin bersifat sangat hidrofobik, tidak larut dalam air dan kebanyakan pelarut organik. Kitin dapat larut dalam hexafluoroisopropanol,heksafluoroaseton, kloroalkohol dalam larutan asam mineral, dan dalam dimetilasetamida yang mengandung 5 % lithium chloride. Hidrolisa kitin dalam asam konsentrasi tinggi akan menghasilkan D-glukoseamin yang relative murni. Kitosan adalah kitin yang mengalami deasetilasi, dapat larut dalam asam asetat, asam format, dan sebagainya.

Khitin merupakan senyawa yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak beracun (non toxic) dan bersifat biodegradable. Khitin tidak larut dalam air (bersifat hidrofobik), alkohol, serta tidak larut dalam asam maupun alkali encer. Khitin dapat larut dengan proses degradasi menggunakan asam-asam mineral pekat dan asam formiat anhidrous, namun tidak jelas apakah semua jenis khitin dapat larut dalam asam formiat anhidrous (Meyers dan Lee, 1989) Khitin memiliki pengaturan 2,4-trans substituen dalam unit-unit monosakaridanya, dan sangat stabil terhadap umumnya reagensia, termasuk larutan alkali dalam air. Khitosan diketahui sebagai khitin yang tiga dari empat gugus asetilnya dihilangkan. Perlakuan lama terhadap khitin dengan larutan NaOH pekat dan panas menghasilkan deasetilasi yang hampir sempurna tetapi produknya mengalami degradasi. Dari khitin dapat dihasilkan khitosan dengan menghilangkan gugus asetil (CH3-CO) sehingga molekul dapat larut dalam larutan asam, proses ini disebut sebagai deasetilasi, yaitu menghasilkan gugus amina bebas (-NH) agar khitosan memiliki karakteristik sebagai kation. Secara umum derajat deasetilasi untuk khitosan sekitar 60 %, dan sekitar 90 – 100 % untuk khitosan yang mengalami deasetilasi penuh. Harga ini tergantung dari bahan baku khitin yang digunakan dan proses yang dijalankan (Suhardi, 1992).

Khitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal khitin murni, memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Khitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai khitin. Ikatan-ikatan amida lebih sulit membuka di bawah kondisi basa daripada gugus-gugus ester. Di bawah kondisi basa yang kuat, gugus asetat yang berdekatan dengan gugus hidroksil cis dapat mengalami N-deasetilasi, tetapi gugus yang trans lebih resistansi (Suhardi, 1992). Derajat deasetilasi pada pembuatan khitosan bervariasi dengan jumlah larutan alkali yang digunakan, waktu reaksi, dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk chitosan dinyatakan dengan besarnya nilai derajad deasetilasi (Muzzarelli,1985 dan Austin,1988).

Manfaat Chitosan dalam bidang medis :

  1. Efektif mempercepat proses epitelisasi, kolagenisasi, menghentikan perdarahan, dan mencegah infeksi.
  2. Chitosan bisa dianggap sebagai obat pelangsing karena jika chitosan terkena asam lambung, senyawa tersebut akan berubah menjadi semacam gel yang dapat membungkus bukan saja molekul kolesterol dalam getah empedu tetapi juga molekul lemak dalam makanan. Kolesterol dan lemak yang terbungkus secara otomatis akan terbuang bersama sistem eliminasi dan eksresi tubuh.
  3. Chitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi, dan bersifat polielektrolit kation terhadap logam berat sehingga dapat menyerap logam berat.
  4. Chitosan memiliki sifat fungisidal (Penghilang jamur).
  5. Chitosan memiliki semua karakter yang diperlukan untuk membuat contact lens yang ideal yaitu kejernihan, stabilitas mekanik, koreksi optic yang cukup, permeable terhadap gas terutama oksigen, kelembaban, dan kompatibilitas imunologi.
  6. Chitosan digunakan dalam drug delivery system.
  7. Dalam bidang bioteknologi, chitosan digunakan untuk media kultur sel hewan secara invitro.
  8. Sebagai bahan antibakteri, chitosan digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherisia coli, Fusarium, Alternaria, dan Helminthosporium.
  9. Sebagai antikoagulan darah (antipembekuan darah).
  10. Chitosan digunakan sebagai bahan yang dapat mempercepat pertumbuhan sel kulit pada kasus kerusakan kulit karena terbakar atau luka berbahaya.
  11. Chitosan mengandung N-asetilglukoseamin (NAG) yang dapat ditambahkan pada susu kemasan. NAG ini berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri bifido. Dengan adanya bakteri bifido bisa menghambat tumbuhnya bakteri lainya sehingga tidak membuat kita sakit perut (mencret) jika minum susu.
    1. Tujuan

Tujuan pelatihan ini adalah memberi keterampilan mahasiswa untuk membuat kitosan dari cangkang udang atau keiting yang memenuhi syarat untuk keperluan tubuh manusia.

  1. Kompetensi

    Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa dapat menyiapkan sediaan kitosan yang dapat larut dalam asam asetat 1 % dan 5 % dengan tingkat kelarutan kasat mata 100 %

  1. Alat dan Bahan
    1. Bahan
      1. Cangkang kepiting 50 gram
      2. NaOH 10 % 500 ml
      3. HCl 3,2 % 500 ml
      4. Aquades 450 ml
      5. Asam asetat 1% dan 5%
      6. Air PDAM
    2. Alat
      1. Baskom plastik
      2. Saringan plastik
      3. Bekker Glass 1000 ml
      4. Bekker Glass 500 ml
      5. Bekker Glass 50 ml
      6. Pengaduk kaca
      7. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 gram
      8. Kompor listrik
      9. Gelas ukur 250 ml
      10. Kain lap
      11. Tissue
  2. Cara kerja

(Tahap I)

  1. Menyiapkan cangkang (dipotong 50 gram)
  2. Merebus dengan NaOH 10 % = berat/berat

    Cangkang     :     larutan

    1        :    10

    30        :    300 ml

    Larutan NaOH 10 %

    Bekker Glass 500 ml

    50 gram     menjadi 500 ml

    1. air + 50 gram NaOH

    (Selama ±2 jam).

  3. Mencuci dengan air PDAM
  4. Merendam dalam HCl 3,2%. HCl di cairkan dengan Bekker Glass 500 ml (Selama 2 jam).
  5. Mencuci dengan menggunakan air PDAM ±3 kali lalu menggunakan aquades (menghemat aquades).

(Tahap II)

  1. Melarutkan 225 gram NaOH dalam 200 ml air agar bisa menjadi 500 ml (tahap I)
  2. Merebus larutan NaOH dan cangkang kepiting selama 2,5 jam
  3. Mencuci cangkang setelah 2,5 jam dan membuat larutan NaOH 500 ml untuk tahap ke dua
  4. Merebus cangkang kepiting dalam larutan NaOH 500 ml (tahap II)
  5. Mencuci cangkang dengan air PDAM hingga bersih dari NaOH (tidak licin) kemudian mengeringkan dengan cara diangin-anginkan.


 

(Tahap III)

  1. Menimbang cangkang yang telah kering ± 0,15 gram sebanyak 4 kali.
  2. Membuat larutan asam asetat 1% dan 5 %.
  3. Memasukkan 0,15 gram cangkang ke dalam 1% dan 5% asam asetat kemudian diamati (diaduk dengan pengaduk kaca agar lebih cepat larut).
  4. Mengeringkan sisa kitin yang tidak larut lalu menimbang sehingga diketahui jumlah kitosan yang terbentuk dari 50 gram cangkang kepiting.
  1. Hasil Pengamatan

No. 

Tahap  

Hasil 

Waktu 

Gambar 

1. 

pendahuluan 

Cangkang bersih dari bumbu-bumbu.

30 menit 

2.

I 

Cangkang kepiting menjadi lunak dapat dibengkokkan tetapi tidak putus. Warna cangkang menjadi lebih cerah (orange).

4 jam

3.

II 

Cangkang lebih lunak dan ada bagian tipis putih yang memisah dari cangkang keras. Warna lebih memudar. 

2 x 2,5 jam 

4.

III 

Kitosan larut tak sempurna. Kitin mengenyal, larutan asam asetat banyak yang terserap sehingga perlu ditambah larutan asam asetat tiap 10 menit.

± 1 jam


 

  1. Pembahasan

Pada percobaan yang kami lakukan, kami menggunakan cangkang kepiting yang kami peroleh dari sisa menu makanan di Resto Kenari Surabaya. Cangkang yang kami peroleh terlebih dulu dicuci dan direbus, kemudian dikeringkan dengan tujuan menghilangkan bumbu-bumbu yang menempel.

Proses berikutnya yaitu merebus cangkang dengan larutan NaOH 10% selama ± 2 jam dengan tujuan untuk menghilangkan protein dalam cangkang. Setelah 2 jam, cangkang dibilas dengan air PDAM (untuk menghemat penggunaan aquades). Kemudian direndam dengan larutan HCl 3,2% selama 2 jam dengan tujuan untuk menghilangkan mineral dalam cangkang kepiting. Karena cangkang kepiting lebih keras dan tebal disbanding dengan udang, maka penggunaan konsentrasi larutan HCl dan waktu perendaman akan mempengaruhi hasil akhir. Untuk mengetahui perbedaan kimiawi chitosan kulit udang dan chitosan kulit kepiting dilakukan pengujian secara spektroskopi inframerah dan dibaca dengan garfik maka didapat hasil bahwa kedua chitosan terdapat gugus CO-CH3, NH3+, OH terikat dan NH2 yang tidak begitu kuat dan juga unsur-unsur lain yang berikatan luar. Letak perbedaan hanya pada ikatan rangkap karbon, dimana chitosan kulit kepiting, karbon berikatan dengan nitrogen (C≡ N) sedangkan chitosan kulit udang, karbon berikatan dengan unsur karbon lainnya (C≡C) tetapi karbon pada chitosan kulit udang agak lemah sehingga kadang-kadang tidak terlihat pada grafik. Secara kimiawi perbedaan keduanya adalah pada kandungan kitinnya, kitin pada kulit udang lebih sedikit dibandinngkan dengan kulit kepiting. Kulit udang mengandung 15% - 20% , sedangkan kulit kepiting mengandung kitin 18,70% - 32,20% (Martina, 2008).

Pada proses tersebut, cangkang yang diharapkan telah bersih dari protein dan mineral ternyata masih belum bersih sempurna, hal ini terlihat dari cangkang hanya berubah lunak (sedikit keras). Hal tersebut menunjukkan bahwa mineral dalam cangkang kepiting belum hilang sempurna. Bisa disebabkan oleh kurangnya konsentrasi larutan HCl, waktu perendaman dan penggunaan air PDAM sebagai pembilas setelah proses perebusan dan perendaman sehingga mineral dari air kembali menempel.

Proses berikutnya yaitu perendaman dengan aseton untuk melarutkan astaxantin (zat warna), tetapi karena keterbatasan dana dan waktu maka proses dilanjutkan pada tahap deasetilasi. Deasetilasi yaitu perebusan cangkang dengan larutan NaOH 500 ml selama 2x 2,5 jam, pembilasan pada tiap perebusan menggunakan air PDAM. Pada proses tersebut (deasetilasi), diharapkan akan dihasilkan kitosan. Hasil yang diperoleh yaitu cangkang lebih lunak dan warnanya pudar diasumsikan sudah terbentuk kitosan.

Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka derajat deasetilasinya juga semakin tinggi. Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) khitin berlangsung dalam kondisi basa karena gugus N-asetil tidak dapat dihilangkan dengan reagensia asam tanpa hidrolisis polisakaridanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH-masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO-sehingga dihasilkan suatu amida yaitu khitosan. Ikatan-ikatan amida lebih sulit membuka di bawah kondisi basa daripada gugus-gugus ester (Rokhati,N, 2006).

Tahap terakhir yaitu melarutkan 0,15 gram kitosan dalam larutan asam asetat 1% dan 5%. Hasil yang diperoleh, kitosan tidak larut sempurna dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh penggunaan air PDAM sebagai pembilas saat proses pelarutan mineral, tidak menggunakan aseton untuk menghilangkan zat warna, penggunaan konsentrasi larutan HCl yang mungkin kurang sesuai jika objek yang digunakan adalah cangkang kepiting. Sehingga dari 50 gram cangkang kepiting yang digunakan diasumsikan terbentuk ± 16,6 gram kitosan.

  1. Kesimpulan

Kitosan tidak larut sempurna dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh penggunaan air PDAM sebagai pembilas saat proses pelarutan mineral, tidak menggunakan aseton untuk menghilangkan zat warna, penggunaan konsentrasi larutan HCl yang mungkin kurang sesuai jika objek yang digunakan adalah cangkang kepiting. Sehingga dari 50 gram cangkang kepiting yang digunakan diasumsikan terbentuk ± 16,6 gram kitosan.

Penggunaan konsentrasi larutan NaOH dan HCl serta lama perebusan dan perendaman disesuaikan dengan jenis crustacea yang digunakan, karena jika kurang tepat akan mempengaruhi hasil akhir.


 

  1. Daftar Pustaka

    Abdullah , Hargono, dan Sumantri, Indro, 2008, Pembuatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing,
    Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP Semarang


     

    Restuati, Martina, 2008, Perbandingan Chitosan Kulit Udang Dan Kulit Kepiting Dalam Menghambat Pertumbuhan Kapang Aspergillus Flavus, Prosiding Universitas Lampung

    Rokhati,N, 2006,
    Pengaruh Derajat Deasetilasi Khitosan Dari Kulit Udang Terhadap Aplikasinya Sebagai Pengawet Makanan.


     


     


     


     


     


     


     


     


     

Tugas Kekuatan Material Semester 5 :))

Komposit Calcium Phospate Cement (CPC) – Chitosan.

Arindha Reni Pramesti (080810115) ; Miranda Zawazi Ihsan (080810136) ; Nurul Istiqomah (080810144)

Biomedical Engineering Airlangga University


 

Abstrak

Calcium Phospate Cement (CPC) memiliki struktur yang lebih keras daripada Hidroksiapatit (HA). HA merupakan hasil bentukan dari CPC. Penelitian baru-baru ini, komposit CPC-Chitosan memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan tanpa resistansi. Pada makalah ini, untuk mengoptimalkan waktu adaptasi pasta semen ke rongga tulang dan sifat mekanik dari CPC-Chitosan komposit dengan mengubah-ubah komposisi chitosan dan menilai kemampuan bioresorbable nya dengan menggunakan model-model. Ada 6 macam massa chitosan yang diujikan menjadi campuran dalam CPC : 0, 10, 15, 20, 25, dan 30%. Bahan percobaan dicelupkan dalam larutan dengan kisaran pH antara 3,5 sampai 5 untuk menirukan lingkungan asam yang diproduksi oleh osteoclasts. Dapat dihitung massa yang hilang dan waktu pencelupan adalah dari 7hari sampai 28hari. Komposit CPC-Chitosan yang mengandung 20% chitosan mempunyai waktu adaptasi 13±1menit, lebih cepat daripada CPC control tanpa chitosan yang memiliki waktu adaptasi 87±7 menit. Kekuatan lentur komposit CPC-Chitosan adalah 14,2Mpa, lebih tinggi daripada CPC control yang memiliki kekuatan lentur 4,1 Mpa. Dan pada pH 4,5, massa yang hilang untuk CPC dengan 20% chitosan dan CPC kontrol tanpa chitosan tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok. Rata-rata kehilangan (Kehilangan massa perhari, %/hari) adalah 1,05 untuk CPC kontrol dan 1,08 untuk CPC-Chitosan. Jadi, CPC yang mengandung kitosan dan tanpa kitosan , keduanya dapat larut dilingkungan asam. Ini mengindikasikan penambahan chitosan tidak membahayakan kemampuan bioresorbable dari CPC. Kekuatan dan resorbable komposit CPC-Chitosan dapat digunakan pada perbaikan tulang craniofacial,gigi, dan orthopedi.

Pendahuluan

Calcium phospate cement (CPC) yang digunakan pada perbaikan tulang craniofacial dan pada penambalan gigi memiliki sifat yang dapat mengeras dan membentuk hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2, HA). CPC memiliki sifat kimia dan struktur mineral yang sama dengan tulang kerangka manusia, karena CPC memiliki sifat biocompatible dan osteoconduktivity. Dibandingkan dengan implan HA yang sudah disintering (dipanaskan pada temperature tertentu agar menjadi keras), CPC mempunyai kemantapan bentuk yang baik untuk kerusakan tulang dan dengan demikian dapat mencegah enkapsulasi jaringan lunak. Namun, CPC, seperti bahan keramik lainnya, memiliki sifat yang rapuh dan dapat patah secara bersamaan pada regangan yang relatif kecil. Akibatnya, CPC tidak bagus untuk digunakan pada aplikasi dengan mikromotion (gerakan kecil) seperti perbaikan tulang periodontal. Oleh karena itu, gabungan CPC yang tidak kaku dan resorbable elastomer matrik polimer yang diinginkan untuk aplikasi ini. Chitosan dan turunannya merupakan biopolimer alami yang bisa digunakan sebagai matriks elastomer. Chitosan memiliki sifat biokompatibel, biodegradabel, dan osteokonductive. Chitosan memiliki kelarutan yang baik dalam berbagai macam larutan asam seperti asam malat (yang membentuk malat chitosan) dan asam laktat (yang membentuk laktat chitosan). Chitosan telah digunakan pada bedah pengurangan kantong periodontal dan sebagai komponen senyawa kalsium phospat pada berbagai penelitian.

CPC dan chitosan relatif stabil dalam kondisi lingkungan fisiologis yang normal dan belum diujikan pada kondisi asam yang diciptakan oleh osteoklas dan sel-sel asam. pH terendah cairan ekstraseluler adalah sekitar 3, sedangkan cairan yang kontak langsung dengan tulang dapat memiliki pH sekitar 5. Tingkat penyerapan bahan cangkok tulang tergantung pada kedua sifat fisiologi lingkungan yaitu pH dan sifat bahan (kelarutan). Tingkat penyerapan (resorpsi) sangat penting untuk pertumbuhan tulang baru. Tingkat resorpsi yang relative lambat dapat diterima untuk beberapa aplikasi klinis seperti cranioplasty, tetapi tidak untuk aplikasi lain yaitu seperti perbaikan tulang periodontal dan prosedur sinus lift. Telah diketahui bahwa tingkat penyerapan awal kalsium phospat untuk bahan cangkok tulang berhubungan erat dengan tingkat disolusi. Pada saat disolusi demineralizing memiliki komposisi ionic meniru lingkungan asam yang dihasilkan oleh osteoklas. HA dan chitosan larut pada pH rendah, namun masih dipengaruhi oleh kadar kitosan, pH, dan periode waktu tertentu setelah operasi.

Pembahasan

Komposit CPC-Chitosan memiliki kekuatan dan ketangguhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan CPC control. Penambahan kitosan 20 % menunjukkan hasil yang signifikan pada sifat mekanik CPC, oleh sebab itu kitosan dipilih sebagai komposisi penunjang CPC. Berikut ini analisis sifat mekanik komposit CPC-Chitosan :


Gambar 1


 

Gambar 1 menunjukkan waktu adaptasi pasta semen ke rongga tulang antara CPC-Chitosan dan CPC control. Waktu semakin berkurang seiring dengan peningkatan massa kitosan. Yang paling signifikan pengurangan terjadi dari 68,3 menit menjadi 13,1 menit ketika massa kitosan meningkat dari 15% menjadi 20%. Kecepatan waktu adaptasi ini disebabkan karena saat CPC dicampur dengan larutan kitosan asam, seperti larutan chitosanmalate, kenaikan pH yang dihasilkan dari pengaturan reaksi CPC menyebabkan pasta lembut CPC-kitosan berubah menjadi massa yang keras. Ini mengarah pada pengerasan awal komposit CPC-Chitosan yang diikuti dengan menetapkan lebih lanjut antara TTCP dan DCPA untuk membentuk HA. Namun, Sintering HA berpori (Pemanasan HA agar menjadi keras), mempunyai bentuk yang tidak selaras, dan membutuhkan dokter bedah untuk membentuk HA sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, penggunaan HA dapat menyebabkan kehilangan tulang, trauma pada jaringan sekitar dan sekaligus membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan operasi pembedahan. Oleh karena itu, komposit CPC-Chitosan memiliki karakteristik penanganan yang lebih diinginkan untuk perbaikan tulang.


Gambar 2


 

Efek massa kitosan terhadap Kekuatan lentur dari CPC ditampilkan pada gambar 2. Kekuatan lentur pertama meningkat dari 4,1 MPa untuk CPC control (0% chitosan) menjadi 14,2 MPa untuk CPC dengan 20% massa kitosan dan kemudian menurun. Kekuatan lentur CPC-Chitosan jauh lebih tinggi (3-4 kali) dibandingkan dengan kontrol CPC.


Gambar 3


 

Elastisitas modulus dapat dilihat pada gambar 3. Modulus elastic meningkat dari 2,5 GPa untuk CPC control menjadi 40,5 GPa pada CPC-kitosan 20% . Kekuatan lentur danSimakBaca secara fonetik modulus elastisitas yang baik dapat dikaitkan dengan sifat elastomer kitosan, yang berfungsi sebagai 'lem' untuk partikel HA. Oleh karena itu, komposit CPC-Chitosan jauh lebih padat (dengan porositas kurang) dan dapat mempertahankan penekanan lebih tinggi dibanding kontrol CPC. Akan tetapi, penggunaan kitosan yang berlebih (25% atau lebih) dapat menyebabkan kekuatan lentur dan modulus elastisitas menurun. Hal ini dikarenakan sebagian besar stress ditopang oleh matriks kitosan sehingga akan menyebabkan penurunan kekuatan dalam komposit.


 


Gambar 4


 

Gambar 4 menunjukkan pola XRD. Membandingkan fase konversi antara CPC-kitosan 20% dengan CPC control. HA terbentuk di CPC-Kitosan.


Gambar 5


 

Gambar 5 menunjukkan struktur mikro yang dilihat dengan SEM antara CPC control dan CPC-kitosan. Dapat dilihat bahwa ukuran Kristal untuk CPC control adalah sekitar 50-250 nm dan ukuran Kristal CPC-kitosan adalah 30nm. Semakin kecil ukuran kristalnya semakin padat (compact) strukturnya sehingga lebih kuat. Selain itu tingkat resorbsinya juga semakin tinggi. Tingkat resorpsi sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan penyembuhan.


Gambar 6


 

Gambar 6 menunjukkan pengaruh pH terhadap hilangnya massa CPC. Antara CPC control dan CPC-chitosan keduanya terlarut lebih pada pH 3,5 dan hilangnya massa menurun seiring dengan meningkatnya pH. Komposit CPC-chitosan kehilangan massa kurang dari CPC control pada pH rendah dan hilangnya massa menjadi sedikit lebih tinggi daripada CPC control setelah mencapai pH 4,5 dan pH 5. Hal ini mungkin terjadi karena malat kitosan memiliki kelarutan lebih rendah di banding dengan HA pada saat pH lebih rendah dari 4,5. Selain itu, kitosan bila dilarutkan akan membentuk gel yang sebagian besar akan menyelubungi partikel HA dan oleh sebab itu akan menghambat pemutusan HA pada kondisi pH rendah. Pemutusan secara lambat komposit CPC-chitosan pada pH rendah sangat menguntungkan dalam aplikasi klinis karena akan mencegah terjadinya bencana disintegrasi semen pada pH rendah.


Gambar 7


 

Gambar 7 membandingkan morfolgi permukaan dari semen yang mengindikasikan pemutusan homogen dari HA setelah perendaman pada pH 4,5 selama 28 hari (4minggu). CPC control menunjukkan permukaan yang relatif halus setelah 4 minggu perendaman pada pH 4,5. Namun beberapa retakan besar dan pengelupasan muncul. Hal ini dapat menyebabkan semen hancur atau patah secara serempak, terutama dalam keadaan menahan beban. Sebaliknya, struktur mikro komposit CPC-chitosan menjadi relative kasar karena pemutusan yang tidak seimbang dari kitosan dan CPC. Secara parsial dihancurkan antara matrik kitosan dan Kristal HA membentuk struktur berpori di permukaan. Komposit CPC-chitosan yang berpori lebih menguntungkan dan stabil sebagai tulang baru, sehingga osteoblast dapat tumbuh ke dalam struktur berpori.


 

Rankuman


 

Ikatan antar atom yang rapat dan kekuatan yang tinggi Calcium Phospate Cement (CPC) dikembangkan dengan memasukkan malat kitosan ke dalam cairan semen dari berbagai fraksi massa sehingga menghasilkan komposit CPC-Chitosan.

Waktu adaptasi pasta semen ke rongga tulang berkurang dari 87 menit untuk CPC control tanpa kitosan sedangkan CPC-Chitosan 20% membutuhkan waktu 13,1 menit.

Sementara itu, Kekuatan lentur meningkat dari 4,1 MPa untuk CPC control (0% chitosan) menjadi 14,2 MPa untuk CPC dengan 20% massa kitosan. Dengan demikian, perbaikan sifat fisik dan sifat mekanik dicapai tanpa mengorbankan berat resorbability dari semen,.

Baik control CPC tanpa chitosan dan CPC dengan chitosan 20 % direndam selama 28 hari pada pH 4,5, menunjukkan bahwa penambahan chitosan untuk CPC tidak membahayakan pada pH ini. Hasilnya terjadi keretakan yang besar dan pengelupasan untuk CPC control selama 28 hari perendaman pada pH 4,5 sedangkan pada CPC-chitosan 20% terbentuk permukaan mikroporous. Pembentukkan permukaan mikroporous di komposit CPC-chitosan bermanfaat untuk pertumbuhan kembali tulang baru. Komposit CPC-Chitosan dapat mengeras sendiri dengan kekuatan yang tinggi dan mungkin menjadi metode baru yang menjanjikan untuk memperbaiki kerusakan craniofacial, gigi dan orthopedi.


 

Daftar Pustaka


 

Sun, Limin, dkk. 2007. Fast Setting Calcium Phospate Cement-Chitosan Composite : Mechanical Properties and Dissolution. Journal of Biomaterials Applications. http:/jba.sagepub.com


 


 

Tugas Analisis Biomaterial Semester 5 :))

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA, KOROSI, DAN TOPOGRAFI IMPLANT STAINLESS STEEL 316L BERDASARKAN PERIODE IMPLANTASI

Arindha Reni Pramesti (080810115) ; Miranda Zawazi Ihsan (080810136) ; Nurul Istiqomah (080810144)

Biomedical Engineering Airlangga University


 

ABSTRAK

Stainless steel merupakan salah satu jenis logam yang banyak diaplikasikan dalam bidang medis. SS mengandung komposisi kimia yang mungkin dapat menyebabkan reaksi merugikan jika diimplankan dalam tubuh. Makalah ini berisi tentang sifat korosi, komposisi kimia, dan interaksi SS sebagai bahan implan berdasarkan periode waktu implantasi yang berbeda pada plat yang digunakan untuk memperbaiki tulang dada. SS yang digunakan adalah stainless steel tipe 316L. Pengujian dilakukan pada tiga implan:

  1. Stainless steel baru.
  2. Stainless steel yang telah diimplantatasikan selama 29 bulan.
    1. Stainless steel yang telah diimplantasikan selama 35 bulan.

Studi korosi mengungkapkan bahwa kondisi fisiologis pada plat SS yang baru memiliki densitas arus terendah dan potensi korosi tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa plat SS baru memiliki potensi korosi tertinggi dan potensi korosi tersebut dapat dikurangi selama implantasi oleh instrument yang digunakan selama operasi. Analisis secara kimia menunjukkan perubahan pada permukaan plat SS. Semakin lama waktu implantasi maka semakin banyak karbon dan oksigen yang teramati dan hanya elemen seperti Cr, Mo yang terdeteksi yang menunjukkan permukaan plat SS ditutupi oleh lapisan organik. Pada beberapa bagian dari implant yang tampak seperti jaringan berwarna putih menunjukkan bahwa ketebalannya semakin meningkat seiring waktu implantasi. Lapisan tersebut diidentifikasi sebagai lapisan organik, terutama menempel ke permukaan pada daerah dekat tempat implan yang ditekuk untuk mencapai kesesuaian anatomi dan implan memiliki kekasaran permukaan yang lebih tinggi. Studi ini menunjukkan bahwa plat dada dirusak oleh prosedur implantasi dan kontak dengan lingkungan biologi. Lapisan organik di permukaan menunjukkan bahwa implan tidak diam akan tetapi terjadi beberapa reaksi antara permukaan jaringan dan implant. Reaksi ini harus dilihat secara positif karena hal ini menunjukkan bahwa implan tersebut diterima oleh jaringan. Namun demikian, jika implant bereaksi, maka dapat terus melepaskan ion chromium, nikel, dan ion berbahaya lainnya dalam jangka panjang seperti yang ditunjukkan oleh penurunan ketahanan korosi dari implant.


 

PENDAHULUAN
Stainless steel memiliki sejarah panjang sebagai bahan logam untuk implant medis. Berbagai macam aplikasi dari bahan tersebut antara lain implan tulang (kuku intramedulla, piring tulang, jepit), kardiovaskuler implan (stent), urologi, dan implan gigi. Teknologi ini memiliki target utama untuk meningkatkan ketahanan korosi. Namun, karena konsentrasi chrom dan nikel tinggi pada stainless steel bukan berarti tidak menimbulkan resiko biologi. Tingginya konsentrasi dari elemen tersebut dapat menyebabkan reaksi merugikan, beracun, atau karsinogenik dalam tubuh. Plat yang terbuat dari stainless steel cenderung digunakan sebagai implan sementara yang membantu untuk mengembalikan fungsi tubuh. Pengujian pemindahan implant dapat mengungkapkan perubahan dalam hal kimia, topografi komposisi, dan perubahan sifat korosi. Korosi pada permukaan dapat menunjukkan kemampuan potensi bahan untuk menahan korosi dalam lingkungan tubuh. Pengujian topografi dapat menggambarkan perubahan kekasaran, struktur dari lapisan organik yang dapat terbentuk di tubuh, perubahan dalam struktur material yang muncul pada permukaan setelah deformasi, dan akhirnya dapat mengungkapkan efek pakai. Salah satu implan yang umumnya terbuat dari stainless steel dan yang digunakan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi adalah pelat Nuss untuk memperbaiki saluran dada (excavatum pectus). Beberapa kasus melaporkan di mana pasien bereaksi negatif terhadap stainless steel. Karena plat dada memiliki kontak langsung dengan kedua sisi lembut dan keras jaringan dan berada dekat ke jantung dan jaringan yang terkait di sekitar mereka harus menunjukkan biokompatibilitas tinggi dan memiliki tingkat degradasi sangat rendah. Pengujian implan setelah implantasi sangat penting untuk menilai interaksi bahan dengan jaringan sekitarnya dan degradasi potensi material.
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara implan berdasarkan perbedaan periode waktu, ketahanan korosi, kimia permukaan, dan topografi perubahan pelat dada.


 

PEMBAHASAN

Dalam pengujian digunakan pelat dari stainless steel AISI 316L. Ada tiga plat SS dari jenis yang sama yang digunakan dalam pengujian. Bentuk plat disesuaikan dengan bentuk khas dari dada pasien usia 12-15 (Gambar 1).


Gambar 1. Plat SS 316L yang disesuaikan dengan bentuk khas dada pasien usia 12-15tahun

Plat ini kemudian disterilisasi dalam uap pada 1208 C selama 60 menit. Dua lainnya ditanamkan pada pasien yang sama dengan interval waktu enam bulan. Oleh karena itu ada 3 implant yang dibandingkan :

(1) Plat SS 316L yang tidak diimplankan kedalam tubuh (sebagai SS control)

(2) Plat SS 316L yang telah 29 bulan diimplankan dalam tubuh.

(3) Plat SS 316L yang telah 35 bulan diimplankan dalam tubuh.

Karena plat SS yang ditanamkan berasal dari pasien yang sama, hasilnya minimal dipengaruhi oleh lingkungan yang berbeda, umur, aktivitas pasien, fitur genetik, dan obat-obatan yang digunakan yang biasanya terjadi ketika membandingkan implan dari berbagai pasien. Pengujian dari plat baru dan yang dipindahkan dari pasien dilakukan di berbagai daerah : cacat dan diubah bentuk dan tidak diubah bentuk Selain itu, terlihat bahwa beberapa bagian dipindahkan implan yang makroskopik diubah di permukaan lapisan keputihan diamati. Ini terutama di daerah di mana susuk itu kontak dengan tulang. Analisis dilakukan untuk kedua sisi pelat atas dan bawah. Untuk implan, analisis dilakukan berikut:


 

  1. Topografi Permukaan

Pengukuran kekasaran bagian implan yang berbeda dilakukan oleh profilometry laser (Proscan 1000, Scantron, Inggris). Dalam pemeriksaan parameter Ra tercatat.
Topografi permukaan ditelusuri lebih lanjut menggunakan atom gaya mikroskop (XE-100, PSIA, Korea). Pengukuran kekasaran menunjukkan variasi dari nilai Ra dengan kedua lokasi diimplan dan waktu implantasi (Tabel 1).


Permukaan plat SS 316L yang baru dan belum dibentuk untuk implant pasien menunjukkan bahwa permukaan itu halus dengan nilai Ra = 0.74 µm. Pada plat SS yang telah dibentuk dan desainnya telah disesuaikan dengan bentuk implan pasien kekasarannya meningkat dengan Ra= 12,47 µm. Kekasaran ini disebabkan oleh adanya goresan dipermukaan implant yang dihasilkan dari penyesuaian bentuk implant pada pasien.


Gambar 2 (a) . Gambaran topografi permukaan implant pada SS yang masih baru.


 

Implan yang diambil dari pasien setelah 29 bulan memiliki wilayah yang ditutupi dengan sebuah lapisan film, kusam keputihan. Lapisan tersebut diidentifikasi sebagai lapisan organik yang terdiri dari Chromium (Cr) dan molybdenum (Mo) . Lapisan film di permukaan relatif tebal dan pecah-pecah. Ini daerah yang diamati pada kedua bagian atas dan bawah dari implan. Selain itu, pada permukaan ditemukan banyak goresan (ini adalah preoperative yang terjadi selama penyesuaian bentuk implan). Pemeriksaan kekasaran yang dilakukan untuk daerah yang nondeformed dan yang tertutup dengan lapisan keputihan menunjukkan bahwa perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Untuk daerah yang nondeformed Ra = 0,88 µm, daerah yang tertutup dengan lapisan film Ra = 1,06 µm, sedangkan nilai Ra untuk bagian-bagian cacat adalah 1,66 µm. Kedalaman retaknya sekitar 0,65-0,94 µm yang menunjukkan ketebalan lapisan telah mencapai nilai ini.


Gambar 2 (b) Gambaran topografi permukaan implant yang ditutupi oleh film pada implant yang telah diimplankan selama 29 bulan.


 

Analisis implan yang tinggal selama 35 bulan menunjukkan suatu kekasaran untuk bagian nondeformed dari pelat yang permukaan halus dan mengkilat adalah Ra = 1,07 µm dan tanpa ada penurunan yang signifikan kecuali adanya goresan yang muncul akibat prosedur operasi. Kekasaran bagian ditutupi dengan lapisan keputihan yaitu Ra =1,2 µm. Film ini retak, tapi retak lebih teratur , jumlahnya banyak, dan ukuran lebih besar dibandingkan dengan durasi implan yang lebih singkat. Kedalaman retak sekitar 1,35-1,72 µm. Ini menunjukkan bahwa ketebalan lapisan meningkat sesuai waktu implantasi


Gambar 2 (c) Gambaran topografi permukaan implant yang ditutupi oleh film pada implant yang telah diimplankan selama 35 bulan.

Komposisi Kimia

Untuk menilai komposisi kimia dari permukaan SS dilakukan dengan menggunakan fotoelektron X-ray spektroskopi (XPS). Pemeriksaan XPS untuk pelat baru mengungkapkan elemen pada lapisan atas adalah sebagai berikut: O, C, Cr, Ni, Fe, Mo, dan N.


Tabel 2. Komposisi Kimia Plat SS 316L

Komposisi kimia dari implan (setelah 29 dan 35 bulan) yang ditutupi dengan lapisan keputihan (without tissue atomic concentration) secara signifikan berbeda dengan bagian yang tidak ditutupi lapisan film keputihan (with tissue atomic). Secara umum konsentrasi karbon hampir dua kali lebih tinggi seperti pada plat SS yang tidak diimplankan. Semakin lama waktu implantasi maka semakin banyak karbon dan oksigen yang teramati. Konsentrasi karbon yang tinggi menyebabkan strukturnya lebih keras dan adanya peningkatan jumlah oksigen dapat membantu pembentuka Cr-oksida yang nantinya membentuk lapisan film sebagai anti-korosi. Sedangkan pada tabel menunjukkan konsentrasi Cr dan Mo meningkat seiring waktu implantasi. Adanya Cr dan Mo menunjukkan permukaan plat SS ditutupi oleh lapisan organik yang berpengaruh juga terhadap ketahanan korosi.


Grafik Konsentrasi Carbon SS 316L


Grafik Konsentrasi oksigen yang menutupi implant SS setelah 29 bulan


Grafik Konsentrasi oksigen yang menutupi implant SS setelah 35 bulan

Ketahanan Korosi
Pengujian korosi dilakukan dalam larutan SBF [12-14] menggunakan Voltamaster 21 set elektrokimia. Pengujian dilakukan pada 36,6 ± 1°C dan pH2 Є (7,9-8,2). Pada awal percobaan potensial korosi (Ecor) diukur selama 60 menit.


Tabel 3. Hasil Pengujian Korosi

Perlu dicatat bahwa implan sebelum ditempatkan ke dalam tubuh ada cacat karena menyesuaikan dengan bentuk dada. Selama ini saat pemasangan implant, permukaan dapat tergores dan terkikis oleh instrumentasi yang digunakan sehingga menyebabkan hilangnya pelindung oksida. Kerusakan permukaan dapat mempengaruhi ketahanan terhadap korosi.

Salah satu faktor penting untuk stainless steel yang mempengaruhi biokompatibilitas dan reaksi tubuh terhadap bahan adalah resistansi korosi. Semakin rendah tingkat korosi makan semakin rendah tingkat pelepasan ion dan karena itu menurunkan risiko reaksi yang merugikan. Ketahanan korosi untuk tiga implan sangat bervariasi. Plat baru umumnya resistanti korosinya tinggi dan paling stabil (Ecor = 45 mV). Periode 29 bulan implantasi menurunkan potensi korosi (Ecor = −105 mV). Arus korosi pada umumnya lebih rendah untuk plat yang diimplankan dibandingkan dengan non-implan. Lamanya waktu implantasi dapat menyebabkan perubahan lebih lanjut dalam ketahanan terhadap korosi. Potensi korosi dan kerusakan hampir sama sepanjang implan. Ecor nilai lebih besar untuk implan yang ditanamkan selama 35 bulan di dalam tubuh dibandingkan dengan implan yang ditanamkan selama 29 bulan.


 

KESIMPULAN

  1. Kekasaran dan hasil korosi menunjukkan bahwa plat SS untuk dada dirugikan oleh prosedur implantasi dan ketika kontak dengan lingkungan fisiologis keras.
  2. Pengukuran kekasaran menunjukkan bahwa nilai-nilai Ra lebih besar untuk daerah cacat (permukaa tergores dan terkikis oleh instrumentasi yang digunakan ketika memasang implant).
  3. Ketebalan lapiasan film meningkat sesuai dengan periode implantasi yang dinyatakan berdasarkan pengukuran kedalaman retak.
  4. Ketebalan lapisan film juga berpengaruh terhadap ketahannya terhadap korosi. Semakin tebal lapisan filmya maka ketahanan korosinya semakin tinggi.
  5. Penyesuaian bentuk dari implan dapat menyebabkan kerusakan (cacat) pada permukaan yang merugikan ketahanan terhadap korosi karena menyebabkan lapisan oksidasi semakin tipis.


     

DAFTAR PUSTAKA

Chrzanowski, Vojciech, dkk. 2008. Chemical, Corrosion and Topographical Analysis of Stainless Steel Implants after Different Implantation Periods. Journal of Biomaterials Applications. http:/jba.sagepub.com

Digital Library Petra. 1999. Stainless Steel. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=15&submit.y=15&submit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fmesn%2F1999%2Fjiunkpe-ns-s1-1999-24492066-10885-aisi_steel-chapter2.pdf